1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sepak BolaIndonesia

Tragedi Kanjuruhan: Dapatkah Gas Air Mata Picu Kematian?

Rahka Susanto
3 Oktober 2022

Penanggulangan kericuhan di stadion Kanjuruhan oleh polisi dengan melontarkan gas air mata dinilai jadi salah satu faktor penting pemicu kepanikan. Namun banyak faktor yang saling terkait, yang memicu fatalitas massal.

https://p.dw.com/p/4HgVA
Kericuhan di stadion Kanjuruhan
Manajemen penanganan kerusuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan mendapat sorotan. Pasalnya polisi menembakan gas air matadi stadion padahal cara itu dilarang dalam aturan FIFAFoto: Yudha Prabowo/AP/picture alliance

Kericuhan yang terjadi pada Sabtu malam (01/10) dalam laga Arema FC melawan Persebaya di stadion Kanjuruhan, Malang menjadi catatan gelap dalam sejarah sepak bola di Indonesia. Data Polri hingga Minggu sore menyebut total korban jiwa akibat kericuhan ini mencapai 125 orang termasuk anggota kepolisian.

Penggunaan gas air mata oleh aparat pengaman polisi, kini disorot banyak pihak dan dituding sebagai salah satu faktor penting yang ikut memicu panik massal penonton. Sebelumnya dilaporkan, lebih dari seribuan penonton dengan beringas memasuki pitch area dan bertinda anarkis. Inilah yang memicu reaksi keras aparat pegamanan yang dinilai tidak terukur dan tidak tepat.

Gas air mata memang kerap digunakan oleh petugas keamanan untuk membubarkan kerumunan massa yang cenderung bertindak anarkis. Secara umum, komponen yang terkandung dalam gas air mata adalah 2-chlorobenzalmalononitrile (gas CS). Saat ditembakan, gas air mata membawa senyawa kimia berbentuk partikel halus yang dapat menyebar melalui udara dan terdampak langsung pada tubuh manusia.

"Sebagaian besar dampak dari gas air mata ini sifatnya akut atau jangka pendek ya, itu karena sifatnya (gas air mata) yang tergolong iritan, atau menyebabkan iritasi,” papar Agus Dwi Susanto, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia kepada DW Indonesia.

Agus Dwi Susanto - Dokter Spesialis Paru
Dokter spesialis paru, Agus Dwi Susanto, menyebut paparan gas air mata dalam konsentrasi tinggi dan waktu lama dapat menyebabkan seseorang sesak napas hingga berdampak fatalFoto: privat

Agus menambahkan, dampak gas air mata pada kulit dapat menyebabkan rasa iritasi berupa kemerahan hingga gatal. Sementara pada mata, senyawa kimia pada gas air mata menyebabkan mata merasa terbakar dan mengeluarkan air mata.

Gas air mata juga berdampak pada saluran pernapasan. "Dari hidung, tenggorokan, sampai saluran pernapasan bawah itu dapat terdampak. Efeknya adalah hidung terasa panas dan berair, tenggorokan sakit terasa panas dan tercekik, timbul keluhan batuk-batuk. Kemudian pada saluran napas bawah sampai paru-paru juga dapat menimbulkan keluhan nyeri dada sampai sesak napas,” papar Agus.

Dapat picu gagal napas dan berdampak fatal

Dalam paparan dosis tinggi hingga waktu yang cukup lama, gas air mata dapat menyebabkan risiko berat pada saluran pernapasan bawah dan paru, "Akan terjadi kerusakan, karena dia sifatnya iritan, maka terjadi kerusakan pada saluran napas bawah dan paru, akan terjadi kerusakan pada sistem difusi, yaitu kemampuan oksigen yang bertukar di daerah alveoli paru. Akibatnya kondisi ini akan menyebabkan kekurangan oksigen yang masuk ke dalam tubuh melalui pembuluh darah,” ungkap Agus. Kondisi ini juga dapat menyebabkan kegagalan penapasan, sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa.

Dalam kasus yang terjadi di stadion Kanjuruhan, faktor fatalitas dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal. Mulai dari kerumunan orang, yang berpotensi terinjak-injak dan menyebabkan trauma di kepala, yang dapat menjadi salah satu faktor fatalitas. Faktor lainnya "ketika seseorang yang terjatuh dan terhimpit, itu juga dapat mengalami kekurangan oksigen atau asfiksia mekanik.”

"Asfiksia mekanik merupakan kondisi seseorang kekurangan oksigen akibat suatu kondisi fisik yang terjadi seperti tertekan, tercekik, hingga terhimpit. Asfiksia mekanik ini dapat terjadi pada kerumunan-kerumunan yang terjadi kemarin,” jelas ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia itu.

Sementara faktor fatalitas yang ketiga dapat terjadi karena terhirupnya gas air mata dalam konsentrasi tinggi. Namun Agus menyebut perlu pemeriksaan mendalam termasuk oleh ahli forensik mengenai penyebab fatalitas dalam kasus yang terjadi di stadion Kanjuruhan.

Sementara saat disinggung mengenai kemungkinan faktor ganda, seperti desak-desakan dan gas air mata yang dapat menjadi oenyebab kematian, Agus menjawab potensi itu ada, "Secara teori itu bisa terjadi, karena suatu efek kombinasi antara asfiksia mekanik, karena desak-desakan, kemudian himpitan disertai dengan inhalasi bahan berbahaya gas air mata dalam dosis tinggi, maka dua kombinasi ini memiliki potensi yang cukup tinggi untuk meningkatkan risiko terjadinya kematian.”

Jadi sorotan global

Tragedi yang terjadi di stadion Kanjuruhan mendapatkan sorotan global. Kericuhan ini juga menjadi salah satu kericuhan sepak bola paling mematikan di dunia. Kepada DW Indonesia, pengamat sepak bola nasional, Firzie Adrian Idris menyebut ada potensi pelanggaran prosedur standar operasional yang dilakukan pihak pengamanan dalam kericuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan.

"Penggunaan gas air mata menyalahi FIFA stadium safety and regulation. Bahkan kepolisian Malang sudah tahu kok (aturan itu) saat menggelar final atau semifinal Piala Presiden pada 2019, mereka sudah tahu sebenarnya mereka enggak boleh menggunakan gas air mata,” papar Frizie.

Ia menyebut bahwa situasi menjadi panas saat polisi menembakan gas air mata untuk menghalau suporter yang hendak merangsek ke lapangan, namun hal itu justru menimbulkan kekacauan. Frizie menyebut "Asap dari gas air mata itu naik ke Tribun atas, di mana di sana fans-fans yang tidak ikut pitch invasion itu mungkin dari sekitar 40.000. Kabarnya ada 1000 sampai 3000 yang turun ke lapangan, tapi mayoritas berada di kursi mereka dan mereka tidak berpartisipasi dalam kekerasan. 

Hingga Senin sore (03/10), Bareskrim Polri masih memeriksa sejumlah saksi mulai dari  Direktur PT Liga Indonesia Baru, Ketua PSSI Jatim, Ketua Panpel Arema FC, serta Kadispora Jawa Timur. Polisi juga memeriksa 18 personel kepolisian yang bertugas dalam pengamanan di stadion itu, mulai dari Perwira hingga Perwira menengah. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui manajerial proses pengamanan saat kerusuhan terjadi. (rs/as)